Hi! Welcome to Chiaki's Blog.
Disclaimer
Welcome to my blog. Before anything else please follow these rules : No ripping, spamming, and any type of childish acts. Respect is a must. Best-viewed with screen resolutions 1024x768. Enjoy your stay and have fun!
Young Lady
Beautiful,Gorgeous,Sweet
Navigations
Click TableofContents tab first be4 reading ♥ Profile Blog Table of Contents Links Photos Credits
I am ME
I'm no longer Nagisa Tsukihara. Now, my name is Chiaki Kashiwabara.

Doing...
Feeling : excited
Eating : ramen
Doing : nothing
Watching : reality show
Listening to : otsuka ai

Tagboard

Daily Reads
Ryokubita | IndoHogwarts | Naoto Matsushima | Nabelle M. Elsveta | Zeus Pierre | Hiroshi Nagata

Rotten Things
Desember 2009 |

Watching You #1
Our Second Meeting #1
Our Second Meeting #2
Our Second Meeting #3
Our Second Meeting #4
Our Second Meeting #5
Our Second Meeting #6
Our Second Meeting #7
Our Second Meeting #8
Our First Meeting (via RC)

Music
Music Here!

Watching You #1
Written at Selasa, 22 Desember 2009 | back to top

Chiaki Kashiwabara

Perawakan gadis itu tinggi dan langsing. Kulit putih yang belia itu dihiasi semburat pink tipis di kedua pipinya. Kedua matanya bulat dengan iris hazel yang serasi dengan surai keemasannya yang panjang sampai ke batas pinggang. Siapapun yang melihat gadis itu akan berdecak kagum dan menggumamkan kata 'cantik'. Tak hanya itu, pembawaan dirinya yang anggun menambah nilai plus pada sosok bernama Chiaki Kashiwabara itu. Tak salah bila seorang anak laki-laki di masa lalunya menyebut dia sebagai bidadari.

Gadis belia itu kini terlihat sedang duduk di tribun penonton sebuah lapangan sepakbola yang ada di Ryokubita. Dress pink dan hotpant putih melengkapi penampilannya hari itu. Rambut panjangnya yang keemasan diikat dua dengan pita putih bertengger pada masing-masing ikatannya. Tungkai rampingnya yang terbungkus boots pink muda terlihat bergerak-gerak gelisah. Jemari-jemari langsingnya saling terkatup di atas pahanya. Gugup.

Kemarin, Chiaki berjanji pada Nagata untuk datang mendukung pertandingannya hari ini. Dan disanalah sekarang Chiaki berada, menepati janjinya. Gadis belia itu bahkan membawa sebuah keranjang berisi bento, sebotol air mineral dingin dan handuk bersih untuk Nagata. Bingung sebenarnya. Gadis belia itu belum pernah sekalipun pergi menonton pertandingan olahraga sehingga dia tak tahu apa saja yang harus dipersiapkan. Chiaki hanya meniru apa yang dilakukan tokoh-tokoh komik yang dia baca, mereka membawakan bekal dan handuk saat menonton anak laki-laki idamannya bertanding.

Anak laki-laki idaman? Nagata-kun?

Sontak kedua pipi Chiaki memerah. Apel ranum yang tersembunyi itu kini muncul jelas di kedua sisi wajahnya. Tiba-tiba saja gadis belia itu merasa kikuk dan berlebihan dengan membawakan Nagata bekal dan handuk segala. Bisa-bisa Nagata menganggap dirinya aneh atau malah dianggap sebagai perempuan yang agresif? Huwee—Mau malu atau menyesal pun percuma sekarang. Hanya bisa berharap Nagata bukan tipe laki-laki yang suka berpikir macam-macam.

Ngomong-ngomong, Nagata-kun mana?

Label:

Our Second Meeting #1
Written at Senin, 14 Desember 2009 | back to top

Haha.. RP lanjutan tentang Nagata dan Nagisa yang dilakukan via Tegami. Entah kenapa chemistry-nya terasa banget tiap kali Nagisa bertemu muka sama Nagata. Posting ini udah diatur sedemikian rupa jadi bagi kamu-kamu yang membacanya bisa baca seperti biasa dari atas ke bawah bukan dari bawah ke atas.

Happy Reading~
Get involved with Nagata and Nagisa's love story.




Hiroshi Nagata's Pov

"Oy, Nagata, jaketmu mana? Ingat, besok kita tanding lawan Ouran Akademii, jangan sampai kau lupa membawa jaket tim lagi--atau kau mau kutarik dari tim inti? Yang lain amat mengharapkan untuk dapat mengenakan jaket itu, asal kau tahu,"

Mati. Peringatan dari Inamoto-senpai begitu jelasnya hingga Naga hanya bisa terdiam dan mengangguk kaku. Euh, Naga sama sekali tidak punya alasan dan nyali untuk membantahnya. Mau bagaimana lagi? Mengatakan sejujurnya bahwa jaketnya yang berharga dan hanya satu-satunya itu telah "dipinjamkan" kepada seorang gadis tidak dikenal? Cih, berikan Naga hukum pancung saja sekalian. Lagipula, ini sudah kali kedua Naga tidak mengenakan jaket tim-nya itu saat latihan, dan malah mengenakan jaket Gamba Osaka, tim sepakbola kesayangannya. Pantas saja senpai-nya ini marah.

Pemuda tanggung itu berjalan dengan langkah gontai ke arah main house. Masih tidak habis pikir bagaimana bodohnya dirinya bisa memberikan jaket itu dengan mudahnya kepada seorang gadis yang tidak dikenalnya, hanya karena tak tega melihat si gadis gemetar kedinginan. Dan bagaimana bisa selama seminggu berturut-turut Naga tidak dapat menemukan sosok gadis itu di manapun? Jangan-jangan ia bukan murid Ryokubita, eh? Bagus. Bagus sekali.

Tapi terlepas akan betapa pentingnya jaket itu, sebenarnya Naga sama sekali tak menyesal telah memberikannya pada si gadis. Entahlah, raut wajah gadis itu, sifat defensif-nya, dan badannya yang gemetaran, entah kenapa membuat Naga ingin melindungi gadis itu. Ia tampaknya tak mempunyai orang lain sebagai pelindungnya, berbeda sekali dengan Ishibashi adik yang sudah memiliki kakak laki-lakinya sebagai tameng pelindungnya. Salahkah Naga bila ia ingin memainkan peranan itu juga bagi sang gadis?

Perutnya yang kosong, memaksa Naga untuk meneruskan perjalanannya ke arah kantin. Yeah, lagipula ini sudah waktunya makan malam. Menoleh ke sekitarnya, Naga mencari sosok gadis berambut panjang itu, mungkinkah kali ini ia beruntung?

Label:

Our Second Meeting #2
Written at | back to top

Chiaki Kashiwabara a.k.a Nagisa

Nagisa melangkahkan tungkai rampingnya keluar dari laundry center. Tak perlu kau tanya apa yang habis dilakukan gadis itu disana, bukan? Tentu saja gadis itu baru saja mencuci pakaian dan juga kimono seragamnya. Tapi, hari ini ada yang berbeda, gadis itu juga mencuci sebuah jaket biru tua yang jelas adalah jaket milik anggota inti klub olahraga Ryokubita--milik seorang anak laki-laki. Gadis itu tersenyum tipis, berjalan sembari memperhatikan jalinan aksara yang membentuk sebuah nama--NAGATA.

Seminggu yang lalu, di dekat lapangan sepakbola Ryokubita, gadis itu masih ingat dengan jelas setiap detail kejadian singkat sampai jaket biru tua itu ada di tangannya. Anak laki-laki bernama Nagata itu menyapanya dengan nada dingin, membuat Nagisa merasa takut pada anak laki-laki itu. Selama seminggu ini juga, Nagisa tanpa sadar menghindari sosok anak laki-laki tersebut. Dia tahu, dia harus mengembalikan jaket itu tapi dia juga masih takut untuk menyapa dan entah kenapa alih-alih menghampiri Nagata, gadis itu malah lari menjauh.

Hari ini Nagisa sudah memantapkan hati akan mengembalikan jaket itu pada Nagata. Anak laki-laki itu pasti akan kesusahan jika jaket tersebut terlalu lama ada di tangannya. Salah satu teman sekelasnya yang juga anggota klub sepakbola pernah berkata bahwa Nagata seringkali ditegur karena tidak mengenakan jaket tim. Memang, sih Nagisa hanya mencuri dengar, tapi tetap saja berita tersebut membuatnya lagi-lagi merasa bersalah pada anak laki-laki itu.

Setelah membereskan semua cuciannya di kamar, Nagisa memasukkan jaket biru tua itu ke dalam kantong kertas. Sekarang waktunya makan malam, Nagisa yakin, Nagata pasti ada di kantin. Permata kembarnya sibuk mencari-cari sosok Nagata dalam perjalanannya menuju kantin. Entah karena keberuntungan atau hanya kebetulan, Nagisa melihat anak laki-laki itu sedang berdiri di depan pintu kantin. Sepertinya juga sedang mencari-cari seseorang.

Jangan-jangan dia mencariku untuk meminta jaketnya? Apakah dia akan marah padaku?

Dengan langkah perlahan dan sedikit gemetar--ah, entah kenapa tubuhnya tak mau bekerja sama meski hatinya sudah cukup siap menyapa anak laki-laki itu--Nagisa berjalan mendekati Nagata.

"Hai," sapanya pelan. Gadis itu berusaha tersenyum namun sepertinya senyum canggung yang malah muncul di wajahnya.

Uuh...

Label:

Our Second Meeting #3
Written at | back to top

Hiroshi Nagata's Pov


Ternyata malam itu Naga beruntung. Benar-benar beruntung malah, bila dilihat dari gadis itu yang menyapanya duluan. Dan coba tebak? Gadis itu juga sepertinya membawa jaket Naga dalam kantong kertas yang dipegangnya, seolah mereka berdua sudah berjanji bertemu sebelumnya, padahal tidak sama sekali. Bukannya langsung balas menyapa atau menanyakan tentang jaketnya, Naga malah terpaku dalam diam. Terlena sejenak akan kecantikan paras sang gadis. Ahh, andai saja… Benaknya mulai memikirkan banyak kata “andai”, meski akhirnya pemuda tanggung berusia 15 tahun itu kembali pada nyata.

“Hai! Kau bawa jaketnya?” tanya Naga penuh kelegaan sambil tersenyum kaku, tidak lebih kaku dari senyuman gadis itu, tapi. Sesosok—ralat, dua sosok orang yang baru memasuki kantin mengalihkan perhatian Naga sejenak. Satu mendorong kursi roda, sementara yang lain duduk di atas kursi roda tersebut. Yeah, itu kakak-beradik Ishibashi. Argh, lupakan, Naga. Lupakan. Semua telah jadi masa lalu. Dan ini membuat Naga semakin—


KRIUUUUKKK!


—lapar. Euh. Lupakan kalau suara itu berasal dari perutnya. Cih, memalukan sekali. Tapi ia memang sudah benar-benar lapar. Latihan bola tadi sungguh menguras tenaga-nya. “Kau sudah makan, Nona? Mau makan malam bersamaku?” tanya Naga sopan, dan ya, Naga patut senang akan hal ini, akhirnya ia berhasil bicara tanpa nada dingin yang selalu membayangi setiap kata yang keluar dari bibirnya. “Ahh ya, boleh tahu siapa namamu?” tanyanya kemudian setelah mengajak gadis ini untuk mencari meja kosong terdekat. Yeah, gadis ini pasti sudah tahu nama-nya dari jaket tim yang Naga pinjamkan. Tidak adil bila Naga tidak tahu nama gadis ini, kau tahu?

Label:

Our Second Meeting #4
Written at | back to top

Chiaki Kashiwabara a.k.a Nagisa


Gadis itu canggung berhadapan langsung dengan lawan jenis setelah sekian lama dia menghindar sebisa mungkin untuk berinteraksi dengan mereka. Namun, pembawaannya yang anggun berkat didikan ala bangsawan sejak ia kecil membuatnya bisa dengan mudah menutupi gestur canggung tersebut. Kali ini, ia takkan membiarkan kegugupan dan ketakutan menguasainya seperti terakhir kali bertemu dengan anak laki-laki itu. Perlahan, gadis itu menarik nafas dan menghembuskannya untuk menenangkan diri.

Sapaan singkat dari Nagisa tidak langsung diresponi secara verbal oleh Nagata. Alih-alih membalas sapaannya, anak laki-laki itu malah terdiam beberapa saat. Ebony kembar milik gadis itu seolah ikut terpaku memperhatikan raut wajah anak laki-laki di hadapannya. Dia harus mengakui bahwa anak laki-laki bernama Nagata ini memiliki paras tampan yang mengingatkan Nagisa pada karakter-karakter pangeran dalam dongeng—pasti Nagata seringkali tanpa sadar mengundang perhatian dari kaum hawa. Hidung mancungnya seolah dipahat oleh seorang seniman profesional. Dan bibirnya—

"Hai! Kau bawa jaketnya?"

Sapaan tiba-tiba Nagata membuat Nagisa tersentak dari pesona yang ditawarkan si pemilik paras elok itu. Gadis itu bisa merasakan darah tiba-tiba mengalir deras ke wajahnya. Pipinya yang cukup chubby itu memang mudah sekali merona. Nagisa cepat-cepat menundukkan wajahnya sementara kedua tangannya mengulurkan kantong kertas berisi jaket milik Nagata ke depan wajahnya.

"Maaf telah menahannya terlalu lama," ujar Nagisa, "A... aku baru sempat mengembalikannya sekarang."

Gadis itu masih tertunduk, terlalu malu untuk memperlihatkan kedua pipinya yang mungkin sekarang terlihat seperti apel merah yang ranum. Bisa-bisa Nagata berpikir yang tidak-tidak tentang dirinya, pikir Nagisa. Saat Nagata menawarkannya untuk makan bersama, rasanya Nagisa ingin menolaknya. Bukan karena ia tak suka, tapi pertama, ia masih takut. Bagaimanapun ia baru mengenal anak laki-laki itu dan kedua, dia tahu rona merah di pipinya belum juga hilang. Gadis itu memutuskan untuk melewati pertanyaan Nagata soal makan bersama dan langsung menjawab pertanyaan yang terlontar berikutnya.

"Namaku Chiaki. Kashiwabara Chiaki..."

Dan tiba-tiba saja, bagian tengah tubuhnya tanpa ijin menjawab pertanyaan Nagata dengan suara cukup keras. Nagisa yakin Nagata pasti mendengarnya.


KRUYUUKKK!


Hwaaaa—

Dengan ini, tak mungkin Nagisa menolak tawaran Nagata dengan alasan tidak lapar, bukan? "Aku belum makan," ujarnya lirih kemudian perlahan mengangkat wajahnya karena merasa tak sopan bila terus-terusan menunduk. Apa boleh buat, perutnya sudah terlanjur mempermalukan dirinya, jadi pipi sewarna apel ranum ini takkan jadi lebih memalukan. "Aku mau jika memang tak mengganggu waktu makan malam Nagata-kun..."

Label:

Our Second Meeting #5
Written at | back to top

Hiroshi Nagata's PoV

Kashiwabara Chiaki.

Hmm, nama yang bagus, dan pastinya akan selalu diingat oleh pemuda tanggung berusia 15 tahun itu. Naga tersenyum simpul melihat gestur malu-malu dari gadis di depannya ini. Pipinya merona merah, dan ia bahkan menyerahkan kantung kertas cokelat berisi jaket tim sepakbola milik Naga dengan setengah menunduk. Err, tingkah laku gadis ini mengingatkan Naga pada dirinya sendiri ketika setengah mati mengejar Ishibashi adik dulu. Mungkinkah gadis ini, juga?

Argh. Tetaplah bermimpi, Nagata...

Simpul senyum pemuda tanggung yang sebenarnya tampan namun seringkali tertutup oleh raut wajah cemberut itu, semakin mengembang ketika Kashiwabara menjawab ajakannya untuk makan bersama dengan bunyi perut keroncongan yang nyaris sama seperti yang ia lakukan sebelumnya. Senyum itu pun berkembang menjadi tawa yang tertahan, dan kemudian ia pun mengajak gadis itu menempati meja makan yang agak jauh dari keramaian, dan dekat jendela, di mana sang purnama mengintip di baliknya. Indah, meski masih tak seindah gadis di depannya ini.

"Hmm, kau mau pesan apa, Kashiwabara-san? Nanti biar kuambil-kan sekalian," ujar Naga sambil tersenyum. Yeah, mustahil bisa memanggil kembali sifat dasar seorang Naga yang galak dan dingin di sini. Suasana-nya benar-benar tidak mendukung, apalagi dengan alunan lagu dari radio sekolah yang memutar lagu-lagu romantis itu.

Label:

Our Second Meeting #6
Written at | back to top

Nagisa Tsukihara a.k.a Chiaki Kashiwabara


Gadis belia itu melangkah mengikuti Nagata yang berjalan di depannya—masuk ke dalam kantin yang ramai dipenuhi anak-anak yang kelaparan. Perlahan wajahnya tidak lagi terlalu merah seperti apel ranum, hanya semburat kemerahan tipis yang tersisa di kedua pipinya. Mereka melangkah menuju sebuah meja makan yang agak jauh dari keramaian di dekat jendela. Gadis belia yang kini disebut Chiaki itu menatap sesaat ke langit, dimana bulan purnama bergantung di sana bersama dengan kelap-kelip bintang di sekelilingnya.

Indah...

Pemandangan indah ditambah dengan alunan lagu-lagu romantis dari radio sekolah membuat perasaan Chiaki sedikit lebih rileks sekarang. Apalagi perlakuan Nagata tidak lagi dingin seperti sebelumnya, bahkan anak laki-laki itu memberikan senyuman saat menawarkan diri untuk mengambilkan pesanan Chiaki. Spontan gadis belia itu balas tersenyum pada Nagata. Senyum yang belakangan ini jarang terlihat di wajah seorang Chiaki bila berhadapan dengan para adam. Gadis belia itu duduk di kursi yang berhadapan dengan Nagata, bukan di sampingnya. Tentu saja masih ada kewaspadaan dalam diri gadis belia itu. Trauma tak bisa sembuh begitu cepat, bukan?

"Oh, terimakasih. Aku ingin pesan ramen...," gadis itu terdiam sejenak seolah malu melanjutkan, "ehm... porsi besar. Dan segelas ocha panas." Mudah-mudahan saja anak laki-laki di hadapannya itu tidak menganggapnya rakus atau apa. Chiaki suka sekali ramen dan dia sudah lama sekali tidak makan ramen khas Jepang karena di Swiss tak ada yang menjualnya. Sebenarnya dia juga ingin pesan takoyaki dan juga es serut, tapi dia malu. Lain kali saja kalau sedang makan sendirian baru dia akan memesan semua menu itu. Iya, nafsu makan Chiaki memang tergolong besar dan tak sesuai dengan bentuk tubuhnya yang ramping.

Label:

Our Second Meeting #7
Written at | back to top

Hiroshi Nagata


Binar mata pemuda tanggung itu semakin membulat, senyumnya pun semakin mengembang ketika mengetahui pesanan makanan gadis di depannya ini. Ramen? Porsi besar? Dan alih-alih cola atau jus, dia malah memesan ocha panas? Wow. Naga memandang takjub Kashiwabara, ternyata gadis ini memang bukan gadis kebanyakan. Menarik. Mengangguk sekilas mengiyakan pesanannya, Naga beranjak menuju counter penjual makanan di sisi kantin. Memesan satu porsi besar ramen serta segelas ocha panas untuk Kashiwabara dan satu paket bento jumbo dan cola untuk dirinya sendiri, Naga kembali ke meja setelah menunggu sejenak dan membawakan pesanan mereka berdua.

"Yakin, kau bisa menghabiskan ramen-nya?" tanya Naga penasaran sambil terkekeh kecil. Tak lama, Naga pun memakan makanannya sendiri, sambil sesekali mencuri-curi kesempatan untuk memperhatikan gadis di depannya ini. Entahlah, Naga tidak bisa melepas pandangannya dari gadis cantik di depannya ini. Sekelebat bayangan seorang anak laki-laki yang memakai jaket seragam tim sepakbola, mengingatkan Naga akan pertandingan sepakbola besok. Uhm. Perutnya tiba-tiba mulas, besok adalah pertandingan pertamanya setelah diangkat masuk tim inti, yang artinya ia akan bermain dari peluit tanda pertandingan dimulai berbunyi.

"Uhm, Ka-kashiwa err,keberatan bila aku panggil Chiaki saja?" Naga memulai topik pembicaraan mereka berdua. "Err, besok ada pertandingan sepakbola antara Ryokubita dan Ouran Akademii di sekolah kita, dan aku bermain di dalamnya..." pemuda tanggung itu menarik napas sejenak,"..bisakah kau datang untuk menonton dan mendukungku?" tanya Naga penuh harap, dan harap dicatat baik-baik, Naga meminta sang gadis hanya untuk mendukung dirinya saja. Bukan yang lain. Yeah bagaimanapun, ia perlu suntikan dukungan, asal kau tahu. Dan kehadiran gadis ini besok akan berarti banyak baginya. Sangat banyak.

Label:

Our Second Meeting #8
Written at | back to top

Nagisa Tsukihara a.k.a Chiaki Kashiwabara


Kedua hazelnya tak lepas memandang sosok Nagata saat pemuda itu melangkah menuju counter penjual makanan dan memesankan makanan untuk Chiaki dan juga dirinya sendiri. Entah apa yang membuat Chiaki sulit melepaskan pandangan dari pemuda itu, rasanya ada sesuatu yang membuatnya ingin terus melihatnya. Aneh. Chiaki belum pernah mengalami hal seperti ini, bahkan pada Naoto. Mungkin itu karena dia masih terlalu muda saat berpacaran dengan Naoto sehingga belum mengerti dengan perasaan-perasaan aneh seperti yang sekarang dia alami pada Nagata. Perasaannya pada Naoto bisa dibilang bukan cinta melainkan rasa sayang dan ingin melindungi seorang sahabat. Karena itulah, sampai saat ini Chiaki belum melupakan Naoto apalagi setelah yang dilakukannya terakhir kali pada pemuda jangkung yang ceria itu.

Gadis belia itu mengalihkan pandangannya ke jendela saat melihat Nagata berbalik dan berjalan kembali ke mejanya. Malu kalau ketahuan dia sedang memperhatikan pemuda itu. Chiaki menelan ludah untuk mengurangi kegugupan yang tiba-tiba hadir di hatinya. Oh bulan, apakah suasana canggung ini terjadi akibat cahaya lembutmu dan lagu yang diputarkan di ruangan ini?

"Yakin, kau bisa menghabiskan ramen-nya?" tanya Nagata sambil terkekeh kecil. Pemuda itu sendiri memesan satu paket bento jumbo yang kelihatannya sangat enak. Mungkin aku akan mencobanya lain kali, pikir Chiaki saat melihat beragam isi dalam bento jumbo Nagata. Sejak kecil, gadis belia ini memang sudah suka makan. Mungkin karena kekayaan keluarganya membuat dia bebas mencoba makanan apapun yang ada. Tentu saja, makanan favoritnya adalah masakan Jepang.

"Un—mochiron yo!" jawab Chiaki sambil tersenyum memamerkan sederet gigi-giginya yang putih. Saat makan memang menjadi saat paling santai bagi gadis belia itu. Ditambah dengan suasana romantis dan seorang pemuda baik hati dan tampan di hadapannya. Jujur, Chiaki sangat merindukan semua ini. Kau takkan bisa bayangkan betapa banyak hal yang telah direnggut dari kehidupan Chiaki. "Itadakimasu!"

Chiaki memisahkan sumpit kayunya menjadi dua dengan satu tarikan lalu mulai menyantap ramen buatan kantin sekolah itu dengan lahap. Tangan kirinya sibuk menahan rambut panjangnya supaya tidak masuk ke dalam kuah ramen sementara tangan kanannya sibuk menyeburkan ujung sumpit ke dalam mangkuk dan membuat gulungan besar ramen di sumpitnya lalu melahapnya bulat-bulat. Kedua pipinya mulai memerah karena sensasi panas yang ditimbulkan oleh kuah ramen tersebut. Benar-benar, saat makan, nona muda satu ini terlihat begitu bahagia.

"Uhm, Ka-kashiwa err,keberatan bila aku panggil Chiaki saja?"

"Uhm, boleh saja," jawab gadis itu singkat setelah selesai mengunyah ramen di mulutnya, "Oishii...," ujarnya lagi setelah menghabiskan seluruh ramen yang ada di mangkuk besarnya.

"Err, besok ada pertandingan sepakbola antara Ryokubita dan Ouran Akademii di sekolah kita, dan aku bermain di dalamnya..." pemuda tanggung itu menarik napas sejenak,"..bisakah kau datang untuk menonton dan mendukungku?"

Chiaki kini menatap pemuda di hadapannya dengan tatapan sedikit terkejut meski di dalam, jantung Chiaki berdebar keras. Malu ketika menyadari bahwa hatinya senang karena pemuda itu mengundang Chiaki menyaksikan pertandingan sepakbolanya. Chiaki tak boleh girang dulu, belum tentu hanya dia yang diundang. Pemuda yang tampan seperti Nagata pasti punya banyak teman perempuan yang menyukainya. Jangan-jangan malah saat ini dia sedang dipandangi dengan tatapan iri gadis-gadis lain. Spontan gadis belia itu menggulirkan hazelnya ke sekeliling ruangan, memastikan apakah pikirannya itu benar atau tidak. Oke, ternyata dia salah. Hehe.

"A... aku tak ada kegiatan, sih. Memangnya pertandinganmu jam berapa?" ujar gadis belia itu berusaha menyembunyikan perasaan senangnya dalam-dalam.

Dengan buru-buru, gadis belia itu mengangkat mangkuk ramennya ke mulut. Untuk apa? Menghabiskan kuahnya, tentu. Sekaligus menutupi perasaan senang yang sedari tadi memenuhi hatinya. Ini benar-benar di luar dugaan Chiaki. Setelah sekian lama menutup hatinya pada kaum adam, kini satu sosok pemuda yang baru dikenalnya bisa membuatnya sedemikian senang. Meski demikian, Chiaki tahu dia tak boleh percaya seratus persen pada Nagata. Tidak secepat itu.

Gadis belia itu tak menyadari saat meletakkan kembali mangkuknya di meja bahwa ada secuil rumput laut rebus menempel di sudut bibirnya dan dia tersenyum pada Nagata.

Label:

Our First Meeting (via RC)
Written at Jumat, 11 Desember 2009 | back to top

今日は!

Photobucket

Chi belum resmi terdaftar di Ryokubita nih! Jadi kerjaan Chi sekarang adalah Role Chat!! Kemarin sebenarnya ada Role Chat dengan Tetsuyama Ikuya, tapi berhubung akhir kisahnya menjadi kacau balau nan OOC. Si uQ tidak mempostkannya disini melainkan di blognya sendiri. LMAO.

Nah di bawah ini adalah Role Chat antara Chiaki dan Naga. Di pertemuan kesekian yang berlokasi di dekat Lapangan Sepakbola Ryokubita.



Photobucket


Jum'at pagi itu, Naga kembali pada rutinitasnya seperti biasa--lari pagi keliling Ryokubita. Hmm, kalau dipikir-pikir, semakin lama ini semakin terasa membosankan, hanya berlari dan terus berlari melalui rute yang sama. Tapi pagi itu, tampaknya ada yang berbeda. Kehadiran seorang anak perempuan yang duduk di bangku sisi trotoar, mengusiknya. Naga pernah melihat anak itu sebelumnya, entah di mana. Dan raut muka anak itu, entah kenapa mengingatkannya pada Ishibashi adik yang pemurung. Hal ini, mengganggu, asal kau tahu. Meski Naga tidak dapat menahan diri untuk menyapa gadis itu.

"Kau, sedang apa di sana?"
, oke. Salah nada. Lagi-lagi Naga menggunakan nada dingin andalannya. Cih. Sial sekali.




Orang jahat. Itu impresi pertama yang terbersit di benak Nagisa saat seorang anak laki-laki menghampiri dan menyapanya dengan nada dingin. Nagisa menatap anak laki-laki itu dengan tatapan terkejut. Gadis itu tak mengerti apa yang salah dengan dirinya. Dia hanya duduk di bangku yang ada di sisi trotoar—memikirkan keluarganya yang masih ada di luar negri. Ya, hanya Nagisa sendiri yang kembali ke Jepang dengan nama baru sebagai penyamaran agar tak ditemukan oleh yakuza yang membuat oyaji terbunuh.

Gadis itu cepat-cepat bangkit dari kursinya, memasang kuda-kuda untuk segera berlari apabila anak laki-laki itu hendak berbuat macam-macam padanya. "Aku hanya melamun," ujarnya pelan.




Oke, mungkin memang Naga yang salah telah menyapa gadis di depannya ini dengan nada dingin. Yeah, nada yang sama sekali pantang digunakan ketika kau hendak menyapa seorang gadis yang menarik perhatianmu. Well, jangan salahkan Naga, pengalamannya dengan sesuatu bernama cinta hanya sebatas--ah, lupakan saja semua tentang Ishibashi adik. Tapi, jawaban gadis itu, di luar perkiraannya. Melamun, hmm?

"Sepertinya melamun bukan suatu pilihan yang bagus di pagi cerah seperti ini,"
ujar Naga masih dalam nada dingin, meski tidak sekasar perkataannya yang pertama.




Gadis itu masih terus menatap anak laki-laki di hadapannya dengan waspada. Memang, sih tak mungkin suruhan yakuza itu sampai mengejarnya masuk ke sekolah ini. Tapi, tetap saja Nagisa takut. Lepas dari yakuza, Nagisa pernah dilecehkan dua kali oleh dua orang laki-laki yang terlihat sebagai orang baik-baik. Membohonginya dengan dalih ingin membantu padahal ternyata mereka hanya mengincar tubuhnya. Bagaimanapun, Nagisa sekarang harus sangat berhati-hati pada siapapun agar kejadian mengerikan itu tak terjadi lagi untuk ketiga kalinya.

"Bu... bukan urusanmu."





Bukan urusan Naga? Well, jawaban yang bagus, nona. Meski jujur, ini bukan jawaban yang Naga inginkan dari nona di depannya ini. Memangnya kau ingin apa, eh Naga?

"Sayang sekali, padahal aku tahu hal lain yang mungkin jauh lebih menyenangkan bagimu daripada melamun di pagi buta begini," ujar Naga seraya mencoba tersenyum singkat. Yeah, Naga hanya ingin mengenal gadis ini, tidak salah 'kan?




Kamisama, anak laki-laki itu tak mau pergi. Nagisa takut. Tubuh gadis itu sedikit bergetar, masih teringat akan trauma masa lalunya. Ia berusaha mati-matian untuk menepis pikiran negatifnya tentang anak laki-laki di hadapannya. Gadis itu menarik nafas dalam-dalam, berusaha menenangkan diri lalu kembali duduk di bangku.

"A... apa?"
Maksudnya hal apa yang lebih menyenangkan, gadis itu terlalu ketakutan untuk menyelesaikan kalimatnya.




Naga mengerling heran pada gadis dihadapannya ini. Ekspresi anak ini saat Naga mencoba mengajaknya bicara tampak aneh. Harap koreksi kalau Naga salah, tapi anak ini tampak takut? Memangnya seseram itukah wajah dinginnya di mata gadis ini? Tapi tunggu dulu, gemetar bukan selalu tanda takut 'kan? Bisa jadi gadis ini kedinginan, yeah, ini sudah agak siang, tapi tetap saja masih dingin karena saat ini sudah memasuki musim gugur. Euh entahlah, ekspresi seorang wanita memang tidak pernah bisa ditebak.

"Yeah, seperti misalnya melihat matahari terbit dari atas bukit kuil disana,"
ujar Naga sambil menunjukkan arah kuil, "Atau pergi ke--"O-OI NAGATA! JANGAN KABUR DARI LATIHAN BOLA!", euh sial. Itu Inamoto-senpai, sang kapten. Cih, muncul di waktu yang amat sangat tidak tepat. "Yeah, mungkin kita bisa coba ke sana bersama lain kali," ujar Naga sambil mengerling ke arah senpai-nya yang menunggunya di seberang sana. "Aku sedang ada urusan, maaf sudah mengganggu-mu, Nona," ujar Naga sopan sambil menatap lurus gadis di depannya ini.

"Dan ini, pakai saja, tampaknya kau kedinginan, ya?", ujar Naga sambil melepas jaket tim bola-nya yang berwarna biru tua dengan bordiran NAGATA di bagian punggungnya, lalu memberikannya pada gadis itu. Sebelum akhirnya ia pergi sambil menganggukkan kepalanya.




Gadis itu terpana saat anak laki-laki itu tiba-tiba memberikan jaket padanya setelah menawarkan pergi melihat matahari terbit di bukit kuil dan entah pergi kemana lagi. Ucapannya terpotong karena dipanggil seseorang yang sepertinya kapten tim sepakbola Ryokubita. Gadis itu menggenggam jaket biru tua tersebut dan tertawa kecil saat membayangkan alasan apa kira-kira yang membuat anak laki-laki tersebut memberinya jaket. Dia mengira Nagisa gemetar karena kedinginan, kah?

Gadis itu kembali menegakkan kepalanya dan memandangi sosok anak laki-laki itu dari kejauhan. Ada sedikit rona merah di pipinya. Semburat rasa senang sekaligus rasa bersalah karena telah bersikap berlebihan saat anak laki-laki yang baik itu menyapanya. Mudah-mudahan lain kali, aku akan mampu membalas sapaannya tanpa perlu merasa takut. Bagaimanapun, jaket ini nanti harus dikembalikan, bukan?

Perlahan jemarinya mengusap bordiran nama pada bagian punggung jaket biru tua tersebut. Jalinan aksara bertuliskan surname anak laki-laki itu.

"Nagata. Arigatou."

Sepertinya, hari-hari Nagisa di Ryokubita mulai sekarang akan jadi sedikit lebih baik. Meski dia belum yakin sepenuhnya, tapi gadis itu merasa bahwa Nagata bukanlah orang jahat seperti yang dikiranya.

-Fin-

Label:

Hello~
Written at | back to top

Konnichiwa~

Selamat datang di blog milik Chiaki, kau boleh panggil aku Chi saja. Sebenarnya itu bukan nama asliku, aku terpaksa mengganti namaku karena keluargaku dikejar-kejar Yakuza jahat yang menipu almarhum ayahku. Ya, ayahku sudah meninggal, dibunuh oleh suruhan kepala Yakuza. Mereka menyusul kami sampai ke Swiss!

Ah, sudahlah. Ini bukan waktunya menceritakan hal-hal suram tentang masa laluku. Di tempat ini kau akan melihat plot-plot kisahku, role chat-ku dengan teman-teman dan mungkin calonku dan juga fan fiction tentang kisahku.

Bulan Januari nanti, aku akan didaftarkan ke Ryokubita oleh uQ. Dia Puppet Masterku. Sebenarnya aku deg-degan karena disana kan ada mantanku, Naoto. Anak laki-laki yang menjadi cinta pertamaku. Ah, lagi-lagi masa laluku teringat lagi. Apa dia akan memaafkan aku ya...

Pokoknya, selamat datang dan terimakasih karena sudah mau berkunjung!

Label: